Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng Meriahkan Dies Natalis PPNS ke-34

Surabaya, 15 Oktober 2021 – Emha Ainun Nadjib atau biasa dikenal dengan Cak Nun mengisi acara Dies Natalis Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) ke-34 dengan “Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng”.Nusantara adalah pusat kemakmuran dunia, pernyataan beliau selaras dengan tema acara yaitu “Berguru Pada Kejayaan Maritim Majapahit dan Sriwijaya untuk Menyongsong Laut Masa Depan Kita”. PPNS telah mengundang Cak Nun dan Kiai Kanjeng untuk ketiga kalinya. Acara tersebut turut dihadiri oleh para tamu undangan dan civitas akademika PPNS berlokasi di Graha Dewaruci, Gedung Direktorat PPNS. Acara dilakukan secara luring terbatas dan disiarkan langsung melalui youtube resmi PPNS. 

Penampilan banjari dari UKM CSI (Cinta Seni Islami) PPNS untuk mengawali serangkaian acara Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Dalam sambutannya Direktur PPNS, Ir. Eko Julianto, M.Sc., FRINA menyampaikan “Indonesia memiliki kekayaan di darat dan di laut. 2/3 Wilayah Indonesia adalah laut. Laut adalah amanah untuk kita mengelola dengan baik. Untuk dapat memanfaatkan alam, kita harus menjaga alam pula”, ujar beliau.

Cak Nun menambahkan kepada para undangan untuk memiliki kesadaran historis. Seperti pencapaian nenek moyang kita di masa lampau. Contohnya, kejayaan maritim Sriwijaya dan Majapahit. Selain itu, kekayaan alam yang dianugerahkan oleh Tuhan pada Nusantara. Nusantara adalah pusat kemakmuran dunia, maka dari itu kita perlu melestarikannya.

Nusantara dikelilingi perairan laut, sesuai dengan pepatah nenek moyang kita seorang pelaut. Nenek moyang Indonesia yang ahli dalam transportasi di sungai, salah satunya Majapahit. Pada zaman itu, perahu atau getek digunakan sebagai moda transportasi sungai.  Cak Nun menyampaikan potongan kisah menarik dari Joko Tingkir yang menaiki getek dengan didorong oleh buaya putih. Menurut beliau, hal menarik yang dapat diambil dari kisah tersebut adalah sinkronisasi bekerja sama dengan buaya. Buaya sebagai salah satu elemen dari ekosistem dan diposisikan sebagai partner yang dijaga keberadaannya. 

Selain membawakan kisah Joko Tingkir, beliau juga mengajak hadirin untuk mengenal salah satu terminologi Menemukan Kembali Hulu Nusantara yang beberapa waktu lalu disebut “Ekosofi”oleh Romo Manu J. Widyasaputera. Menurut penjelasan Romo Manu,  manusia kerap sibuk memusatkan segala sesuatu untuk memenuhi kepentingan dirinya sehingga mengabaikan kosmos dan lingkungan. Sudah saatnya manusia memperbaiki perilakunya melalui kesadaran ekosofi.

Setiap tindakan yang bersinggungan dan memanfaatkan alam/lingkungan hendaknya mempertimbangkan keberadaan lingkungan alam tersebut sebagai anugerah Tuhan yang perlu dijaga serta dihormati.