“Meski desain tradisional, namun kapal dibangun dan dioperasikan secara modern dengan tetap mengedepankan warisan budaya bangsa sendiri.”
Lamongan, 13 Maret 2023 – Sebagai negara bahari dan kepulauan yang luas lautannya jauh lebih besar ketimbang daratan, sejak dulu negeri ini memang dikenal memiliki pelaut ulung. Tak hanya itu, perahu atau kapal tradisional buatan sendiri juga telah terbukti tangguh mengarungi seluruh wilayah nusantara bahkan sampai manca negara. Tak heran, hadirnya perahu tadisional hingga kini masih dibutuhkan sebagai moda transportasi antarwilayah di Indonesia serta alat utama perikanan tangkap di sebagian besar komunitas nelayan di tanah air.
Hal inilah yang menginisiasi “Revitalisasi Jalur Rempah” program Direktorat Jenderal Kebudayaan yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek. Program ini dilakukan diantaranya dengan penanaman kembali berbagai jenis rempah, mengaktifkan kembali pelabuhan-pelabuhan bersejarah, serta revitalisasi kapal tradisional. Melalui program ini, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) dan SMKN 3 Buduran, Sidoarjo diberi kesempatan untuk membangun kapal bersejarah yang pernah membuat Indonesia jaya pada masanya. PPNS membangun kapal dengan desain mengacu pada desain kapal tradisional Pencalang dan SMKN 3 Buduran membangun Kapal dengan desain kapal tradisional jenis Gelati.
Kapal pencalang pada jamannya merupakan kapal patroli dan kapal dagang tradisional nusantara atau dalam sejarah disebut sebagai pantchiallang atau pantjalang. Sedangkan, Kapal jenis Gelati banyak diadopsi sebagai kapal ikan dengan kekhasan ornamentasi dan warna.
Proyek ini pun mendapat dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi melalui penyaluran hibah Matching Fund (MF) tahun 2022 dan program SMK Pemadanan tahun yang sama. Kedua kapal dibangun selama kurang lebih 4 bulan, dengan melibatkan siswa, mahasiswa, tenaga pendidik, dan pengrajin kapal kayu lokal dari daerah Paciran, serta mitra industry galangan kapal.
Kapal Pencalang diberi nama Putra Sunan Drajat dan Kapal Gelati Putri Mayang Madu. Nama Putra Sunan Drajat dan Putri Mayang Madu diambil dari nama salah nama tokoh daerah Lamongan dimana kedua kapal kayu ini dibangun dan diluncurkan.
Kapal Putra Sunan Drajat memiliki Panjang 12,20 meter, tinggi 1,5 meter, dan lebar 4 meter. Kecepatan maximum kapal mencapai 14 knots dengan daya angkut berkapasitas 5 orang. Sedangkan Kapal Putri Mayang Madu memiliki panjang 12,85 meter, lebar 4 meter dan tinggi 1,65 meter. Kecepatan maximum mencapai 9 knots, dengan kapasitas 5 orang.
Meski terbuat dari kayu dengan desain tradisional, namun kedua kapal ini dibangun dengan memadukan metode pembangunan kapal modern dengan kebiasaan pengrajin kapal kayu setempat yang sudah dilakukan secara turun temurun. Kedua kapal dibangun berdasarkan Gambar Desain yang tidak dijumpai pada proses pembangunan kapal kayu tradisional. Teknologi pembangunan yang lebih modern juga diterapkan, diantaranya penggunaan metode laminasi yaitu kayu berlapis untuk membentuk konstruksi kapal. Kapal pencalang juga memiliki interior yang menarik dengan dilengkapi kamar, kamar mandi, dan dapur.
Disamping itu kedua kapal dilengkapi dengan fitur modern untuk pengoperasian kapal. Beberapa fitur modern yang diaplikasikan pada kapal ini adalah penggunaan GPS dan AIS (automatic identification system) untuk tracking posisi kapal, serta penggunaan solar panel untuk sumber listrik. Kapal Putra Sunan Drajat bahkan menggunakan AIS produksi PPNS yang diberi nama POLKAPPALS, sebagai upaya meningkatkan TKDN dari produk-produk komponen kapal nasional dan menyediakan AIS lebih murah bagi nelayan dan kapal pelayaran rakyat lainnya. Putra Sunan Drajat juga dilengkapi Passive Radar Reflector supaya kapal besar mengetahui keberadaan kapal kecil melalui radar mereka. Passive Radar Reflector karya PPNS ini didesain berbentuk Kubah Masjid sebagai upaya mendekatkan teknologi dengan budaya masyarakat pesisir yang senang menghias kapal mereka dengan berbagai ornament. Sedangkan untuk tenaga penggerak, Putra Sunan Drajat juga menggunakan layar sebagai alternative tenaga penggerak kapal yang lebih ramah lingkungan, sekaligus membangkitkan kembali penggunaan layar bagi kapal-kapal kayu tradisional.
Kedua kapal ini diresmikan langsung di Lamongan oleh Wakil Bupati Lamongan, Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi, Kemdikbudristek, Direktur PPNS, dan Kepala SMKN 3 Buduran.
Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi, Beny Bandanadjaja, dalam sambutannya mengatakan bahwa kedua kapal yang diresmikan ini menjadi praktik baik dari program Matching Fund Vokasi dan juga SMK Pusat Keunggulan Skema Pemadanan Dukungan (SMK PK SPD). Kedua program tersebut merupakan program-program unggulan dalam Merdeka Belajar edisi vokasi yang diluncurkan oleh Kemendikbudristek.
Sementara itu, Wakil Bupati Lamongan, Abdul Rouf, mengucapkan terima kasih atas dukungan satuan pendidikan vokasi dalam membantu mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan teknologi terhadap para perajin kapal tradisional di Lamongan.
“Pembuatan kedua kapal tradisional sekaligus menjadi sarana belajar para siswa maupun mahasiswa melalui project based learning dan juga dalam rangka mendukung program Revitalisasi Jalur Rempah oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan,” kata Beny, di acara peresmian yang berlangsung di Dermaga Pelabuhan Penumpang, Paciran, Lamongan, Jawa Timur, Senin (13/03).
“Kami berharap ini dapat mendukung kemajuan Lamongan dan melestarikan kapal-kapal tradisional,” kata Abdul Rouf.
Direktur PPNS, Eko Julianto, mengatakan bahwa keberhasilan pembuatan kapal tradisional yang dilakukan oleh PPNS dan SMKN 3 Buduran ini menunjukkan bahwa dukungan insan vokasi semakin kuat pada pendidikan vokasi di Indonesia. Ia berharap dengan diresmikannya kedua kapal tersebut akan menjadi awal bangkitnya industri kapal kayu yang masih sangat dibutuhkan oleh para nelayan di Indonesia.
“Semoga ini bisa menjadi momentum kebangkitan dan melejitkan pendidikan vokasi,” pungkas Eko.
Pengerjaan Kapal tersebut dilakukan di dua lokasi yaitu masing-masing lokasi kampus PPNS Surabaya dan sekolah SMKN 3 Buduran Sidoarjo, serta di Paciran Lamongan. Melalui program pembuatan kapal kayu dengan desain tradisional ini diharapkan akan muncul generasi muda penerus maestro kapal kayu tradisional, yang mampu membangun dan mengembangkan berbagai jenis kapal-kapal kayu, sehingga ekosistem kapal kayu nasional dapat lestari dan berkelanjutan.