Asosiasi Ahli Keselamatan Kerja (A2K3), bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Timur (Disnakertrans Prov Jatim) dan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) melaksanakan Seminar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan tema “Behaviour Based Safety” pada Senin (12/11/2017) di Grha Dewaruci, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Kegiatan ini merupakan penutup rangkaian acara di bulan K3 Nasional Tahun 2018 yang dipusatkan di Jawa Timur. Bulan K3 dimulai pada tanggal 12 Januari 2018 dengan dilaksanakannya upacara di gedung Grahadi surabaya oleh Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia sedangkan penutupan bulan K3 dilaksanakan pada 12 Februari di PPNS
Acara yang dihadiri lebih dari 500 peserta yang terdiri dari pengawas, pelaku industri, dan mahasiswa dari berbagai kampus ini dibuka langsung oleh Direktur Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Hadir sebagai keynote speaker adalah Setiajit, SH.MM selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur.
Paparan menarik disampaikan oleh Kepala Disnakertrans Provinsi Jawa Timur ini. Setiajit mengungkapkan bahwa meskipun pemerintah terus mendorong perusahaan untuk menerapkan K3, bahkan membuat undang-undang mengenai K3, hingga saat ini K3 masih sangat sulit dibudayakan di tempat kerja. Angka kecelakaan kerja masih relatif tinggi. Pekerja dan perusahaan belum berperilaku dan berfikir K3 ketika bekerja, bekerja tidak sesuai SOP, bekerja tidak sesuai kompetensi, kebiasaan bekerja yang salah dan merasa berpengalaman.
“Contohnya, masih banyak operator boiler yang harusnya lulusan minimal D3, diisi oleh lulusan SMA bahkan SD. Nah, ini yang sering menjadikan pekerja tersebut memiliki resiko kecelakaan kerja lebih tinggi,” ungkapnya.
“K3 selalu dianggap cost (biaya). Harus dirubah paradigma tersebut. K3 harus dianggap kebutuhan dan investasi,” terangnya.
Direktur PPNS, Eko Julianto, juga menambahkan bahwa budaya K3 harus dibangun sedini mungkin.
“K3 masih belum jadi budaya. Seringkali kita lihat banyak pengendara motor tanpa helm dan tidak mematuhi lalu lintas. Kalau kita ingin K3 jadi budaya, K3 harus dikenalkan dan dibiasakan dari kecil. Bisa diajarkan dari usia TK dan SD,” ungkap Eko.
PPNS juga menciptakan lulusan K3 demi terpenuhinya kebutuhan “1 perusahaan minimal memiliki 1 ahli K3”. SDM yang memahami tentang K3 akan membantu para perusahaan, industri, dan masyarakat luas dalam menciptakan lingkungan yang aman.
Perlu diketahui juga, selain menghadirkan pembicara dari sisi pemerintah, seminar K3 ini juga mengadirkan dua pembicara dari kalangan praktisi. Mereka adalah Dr. Bambang Murtjahjanto, M.Sc.,P.E. seorang International QHSE Consultant dan Soehatman Ramli, M.B.A dari World Safety Organization Indonesia Office dan dosen di Binawan Health Institute.